Pelayanan Publik Binjai Terendah, PKS: Tata Kelola Pemerintahan dan Keuangan Lemah
- Pemko Binjai
VIVA - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Binjai, H Marasonang Lubis prihatin melihat penilaian Ombudsman Republik Indonesia yang menyebutkan, kota rambutan (julukan Kota Binjai) berada di urutan terakhir alias zona merah dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
"Ini membuktikan tata kelola pemerintahan dan keuangan daerah kita (Binjai) masih sangat lemah," ungkap Marasonang, Kamis 2 Februari 2023.
Ketua Komisi A DPRD Binjai itu berpendapat, penyebab rendahnya kualitas pelayanan publik pada kota yang memiliki 5 kecamatan tersebut karena penempatan pejabat yang tidak sesuai dengan kapasitas hingga kemampuan yang dimiliki. Sebut saja dalam pelantikan terakhir terhadap 22 pejabat pada 6 Januari 2023, tidak sesuai pada latar belakang pendidikan.
Baca juga:
- Pelayanan Publik Binjai Terburuk, Wali Kota Ancam Evaluasi Jika Tak Ada Peningkatan
- Pelayanan Publik 2022: Deli Serdang Terbaik, Binjai dan 4 Daerah Ini Zona Merah
- Tak Kunjung Diperbaiki, Masyarakat Langkat ‘Tanam’ Pohon Pisang di Jalan Rusak
Selain itu, banyak pula pejabat tidak berpengalaman justru mengisi jabatan yang membutuhkan keahlian khusus. Ia juga menyoroti rendahnya tingkat kedisiplinan pegawai dan belum memuaskannya kinerja hingga pelayanan sebagian besar organisasi perangkat daerah (OPD).
Padahal, anggaran operasional dan kebutuhan pegawai Kota Binjai termasuk yang tertinggi di Sumatera Utara. Beberapa instansi yang kinerja dan kualitas pelayanannya relatif belum memuaskan di antaranya, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, termasuk pula rendahnya kualitas pelayanan publik di RSUD Dr RM Djoelham, puskesmas, dan masing-masing kelurahan.
"Ironis memang, karena besaran anggaran daerah yang dialokasikan untuk menutupi kebutuhan operasional dan kebutuhan pegawai ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dan kinerja pemerintahan," ujarnya.
Karena itu, Marasonang sangat mengharapkan komitmen dan ketegasan dari Wali Kota Binjai, H Amir Hamzah untuk tidak segan memberhentikan pejabat yang kinerjanya dianggap tidak maksimal. Apalagi yang tidak mampu memberikan perubahan berarti terhadap sistem birokrasi pemerintahan dan nilai manfaat bagi masyarakat.
Menurut Marasonang, masih banyak pejabat justru terlihat gamang, tidak terlalu inovatif, serta kurang cakap, baik dalam memimpin organisasi perangkat daerah atau saat menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Jika keadaan ini terus dibiarkan, Marasonang khawatir, berbagai program dan target pembangunan yang telah dicanangkan Pemerintah Kota Binjai akan sulit terealisasi sesuai visi dan misi Walikota Binjai. Bahkan resiko yang lebih buruk, pemerintah justru kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
"Kita sendiri dari Komisi A sebenarnya sudah sering menyampaikan masukan terkait persoalan ini kepada Walikota, agar segera dilakukan evaluasi, dan sebelum ditempatkan di satu posisi harus diperhatikan juga rekam jejaknya. Karena yang kita rasakan saat ini, kinerja OPD cenderung stagnan dan bahkan relatif menurun," ucapnya.
"Akan tetapi sepertinya masukan kita ini masih belum direspon dengan baik, atau mungkin Wali Kota memiliki alasan dan penilaian tersendiri, yang mungkin lebih didasarkan pada kepentingan politis dan pertimbangan-pertimbangan tertentu," tutupnya.
Dari 34 kabupaten/kota, pelayanan publik Kota Binjai menempati posisi terbawah dengan nilai 45,16. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara, Kota Binjai bukan tergolong daerah tertinggal, khususnya dari sisi infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan kualitas sumber daya manusia.