Penggelembungan Suara di Pemilu 2024, JPU Tuntut 3 PPK Medan Timur 12 Bulan Penjara
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut tiga Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Medan Timur, masing-masing kurung penjara selama 1 tahun atas kasus penggelembungan suara pada Pemilu 2024.
Ketiga PPK Medan Timur, yaitu Junaidi Machmud (48) selaku Ketua dan Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut (25) selaku anggota. Sidang dalam agenda tuntutan, berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat 17 Mei 2024.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada ketiga terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ucap JPU, Evi Yanti Panggabean dan Asepte Gaulle Ginting di ruang Cakra 9, di PN Medan.
Dalam amar tuntutan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan itu, menilai ketiga terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan, melanggar Pasal 532 Jo Pasal 554 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana sebagaimana dakwaan primair.
Selain pidana penjara, ketiga terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp25 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan. Sementara dalam pertimbangan JPU, hal yang memberatkan perbuatan ketiga terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan pemilu.
"Hal yang meringankan, ketiga terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum," ucap JPU Evi Yanti Panggabean.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis menunda persidangan hingga Senin 20 Mei 2024, untuk memberikan kesempatan ketiga terdakwa mengajukan pembelaan (pledoi). Dikutip dari dakwaan JPU, bahwa kasus ini bermula pada Rabu 14 Februari 2024.
Saat pelaksanaan pemilu 2024, ketiga terdakwa bertindak sebagai PPK. Selanjutnya, pada tanggal 16 Februari 2024 hingga 1 Maret 2024 terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga selaku Ketua PPK Medan Timur bersama kedua terdakwa lainnya bertugas melakukan penghitungan rekapitulasi suara pemilu 2024.
Dimana saat itu, ketiga terdakwa memperoleh data C Plano dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS), untuk suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kelurahan Glugur Darat I, Kelurahan Glugur Darat II, dan Kelurahan Pulo Brayan Darat I.
Kemudian, pada Sabtu 2 Maret 2024 para saksi dari partai yang menyaksikan perhitungan rekapitulasi suara meminta kepada ketiga terdakwa untuk segera memberikan data hasil perhitungan rekapitulasi suara yang dituangkan ke dalam D Hasil. Namun, karena hasil perhitungan rekapitulasi suara belum selesai dilakukan, maka selanjutnya terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut untuk memindahkan suara dari Partai Buruh dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kemudian, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut atas persetujuan terdakwa Muhammad Rachwi Ritonga meminta kode Aplikasi Sirekap di tingkat kecamatan kepada terdakwa Junaidi Machmud beserta password dan kode OTP. Setelah itu, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut pun membuka Aplikasi Sirekap tersebut dan memindahkan suara dari Partai Buruh dan PKN ke PKB.
Dimana pada saat itu sedang berlangsung rekapitulasi suara untuk seluruh partai peserta pemilu pada tingkat Kecamatan yang dilakukan oleh seluruh anggota PPK dan dihadiri oleh para saksi yang diutus oleh partai peserta pemilu dengan sistem penghitungan suara atau rekapitulasi suara, yaitu dengan cara menayangkan C Plano dengan menggunakan alat proyektor.
Sementara, terdakwa Abdilla Syadzaly Barrah Hutasuhut menginput rekapitulasi suara ke dalam Microsoft Excel yang hasilnya akan dibagikan kepada para saksi dari partai peserta pemilu. Setelah rekapitulasi suara selesai dilakukan oleh ketiga terdakwa, kemudian pada Sabtu (2/3/2024) saksi partai meminta hasil berita acara penghitungan suara atau D hasil, karena belum finalisasi.
Sehingga, ketiga terdakwa memberikan dan membagikan rekapitulasi penghitungan suara dalam bentuk Microsoft Excel kepada para saksi peserta pemilu yang salah satunya adalah saksi dari PKB, Partai Gerindra, Partai Buruh, dan PKN. Ternyata, hasil rekapitulasi suara yang dilakukan ketiga terdakwa terdapat perbedaan jumlah suara antara C Plano yang dibuat oleh KPPS dengan D Hasil yang dibuat oleh PPK Medan Timur.
Dimana hal tersebut, dikarenakan adanya pemindahan suara dari PKN dan Partai Buruh ke PKB. Sehingga, PKB memperoleh tambahan suara dari kedua partai tersebut. Selanjutnya, pada Senin 4 Maret 2024, PPK Medan Timur memberikan D Hasil kepada seluruh saksi partai yang ditandatangani oleh ketiga terdakwa dan para saksi peserta partai pemilu.
Kemudian, keesokan harinya tepatnya Selasa 5 Maret 2024, seluruh kotak dan surat suara beserta C Plano atau C Hasil dan juga D Hasil didistribusikan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dan pihak KPU Medan mengesahkan D Hasil yang dikeluarkan PPK Medan Timur dengan mekanisme Rapat Pleno.
Di hari yang sama, sekira pukul 05.00 WIB, saksi Sarmak Hasbi Sidqi Hasibuan sebagai Komisioner Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Medan Timur telah mengetahui adanya penggelembungan suara. Keesokan harinya, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Medan menerima informasi awal secara tertulis dari Pengacara Netty Yuniati Siregar yang merupakan Calon Legislatif (Caleg) Kota Medan dari Partai Gerindra terkait adanya penggelembungan suara.
Selanjutnya, Bawaslu Medan membuat laporan atau temuan adanya penggelembungan suara yang dilakukan tingkat PPK ke KPU Medan, akan tetapi tidak diindahkan setelah sampai penetapan pada tanggal 12 Maret 2024. Kemudian, dengan adanya penambahan suara ke PKB, Netty Yuniati Siregar pun merasa dirugikan atas hal tersebut. Sehingga, jumlah suara yang diperoleh Partai Gerindra tidak masuk untuk mendapatkan kursi ke-12 sesuai dengan pembagian dari KPU Kota Medan.