Wacana Pemilu Proporsional Tertutup, Demokrat Sumut: Seperti Memilih Kucing dalam Karung
- BS Putra/MEDAN VIVA
VIVA Medan - Masyarakat Indonesia memiliki hak, untuk memilih calon legislatif sebagai wakil rakyat. Jangan dibatasi dengan polemik wacana Pemilu 2024, dengan sistem proporsional tertutup. Sampai saat ini, masih terus berlanjut digaungkan.
Hal itu, disampaikan oleh Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, Muhammad Lokot Nasution ngopi sore bersama jurnalis di Democratic Cafe, di Jalan Jendral Sudirman, Kota Medan, Senin 27 Februari 2023.
Lokot mengungkapkan bahwa Partai Demokrat menolak sistem proporsional tertutup. Karena, sistem itu, Pemilu pada zaman orde baru tersebut. Ia mengatakan pihak terus mengusung sistem proporsional terbuka.
Baca juga:
- Target Pemilu 2024, Demokrat Sumut: DPR RI 6 Kursi, Provinsi 20 Kursi dan 148 Kursi Kabupaten/Kota
- Di hadapan Ribuan Kader Demokrat di Palu, AHY: Rebut Pemilu 2024
- Deklarasi Pasti tapi Masih Ingin Saling Meyakinkan, Kata AHY soal Dinamika Koalisi Perubahan
“Karena dengan sistem ini, masyarakat memiliki kebebasan dalam menentukan sosok yang diinginkannya untuk menjadi wakilnya kelak di parlemen,” jelas Lokot.
Lokot mengungkapkan berbanding terbalik jika negara menerapkan sistem proporsional tertutup dimana rakyat hanya diberi kesempatan untuk mencoblos partai. Partai kemudian akan menentukan siapa yang akan menduduki kursi yang diperoleh berdasarkan suara yang dikonversi menjadi kursi di parlemen.
“Ini kan namanya (seperti) memilih kucing dalam karung. Sosok yang ditetapkan partai nantinya untuk duduk, tidak tertutup kemungkinan adalah bekas koruptor, bekas pembunuh dan lain. Itu kan tidak kita harapkan,” jelas Lokot.
Didampingi Kepala Bakomstrada Sumut, Chairil Huda, Ketua Bappilu DPD Demokrat Sumut, Khairul Mukmin Tambunan, Ketua BPOKK, M Sajali dan beberapa pengurus lainnya. Lokot mengaku sangat miris dengan cara berpikir dari para pihak yang berupaya mengubah kembali sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.
Lokot menilai hal ini menjadi bentuk kemunduran dari sistem pemilu terbuka yang diperjuangkan lewat darah dan air mata pada saat reformasi.
“Kalau isunya adalah karena biaya mahal jika menerapkan proporsional terbuka. Maka menurut kami itu adalah alasan yang tidak tepat. Sebab, pada saat reformasi 98, ada nyawa yang dikorbankan. Jadi nggak bisa dibandingkan biaya dengan nyawa,” kata Lokot.
Lantas apakah Demokrat takut dengan sistem proporsional tertutup? Lokot memastikan tidak. Sebab, Partai Demokrat memiliki sosok-sosok dengan elektabilitas yang mumpuni.
“Kita nggak takut, hanya saja kita harus memperjuangkan sistem yang menurut kita terbaik bagi rakyat Indonesia,” jelas Lokot.