Usai ke KY, Baradatu dan NCW Laporkan Hakim PN Medan yang Vonis Lepas Pasutri ke KPK
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Setelah ke Komisi Yudisial, Barisan Advokat Bersatu (Baradatu) dan Nasional Corruption Watch (NCW) melaporkan Hakim Pengadilan Negeri PN Medan yang memutuskan vonis lepas (onslag) terhadap pasangan suami istri (Pasutri) yang merugikan perusahaan sebesar Rp583 miliar dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini dilakukan usai sebelumnya melaporkan hakim yang menyidangkan kasus dengan terdakwa dua pasutri pemalsuan tanda tangan direktur perusahaan, Yansen (66) dan Meliana Jusman (66) divonis lepas oleh Majelis Hakim PN Medan pada Selasa, 6 November 2024.
Ketua Umum Baradatu, Herwanto Nurmansyah mengatakan, pihaknya secara resmi melaporkan 3 Hakim ke KPK, yakni M. Nazir sebagai Hakim Ketua, Efrata Happy Tarigan sebagai Hakim Anggota dan Khairulludin sebagai Hakim Anggota. "Sekarang kami menyampaikan surat secara resmi kepada KPK," kata Herwanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin 18 November 2024.
“Kami meyakini ini bisa jadi dugaan kami akan menjadi peristiwa seperti Ronald Tannur di Surabaya jilid duanya,” jelasnya.
Herwanto menambahkan, sebelumnya pihaknya juga sudah melapor kepada Komisi Yudisial (KY) terkait putusan hakim PN Medan tersebut. "Kalau KY memanggil dan memeriksa Majelis Hakim ini, saya meyakini sangat meyakini dugaan bahwa ada pelanggaran kode etik, saya meyakini itu pasti ketemu. Cuma kalau pidananya kita belum bisa memastikan, apakah ada transaksi? Apakah ada dugaan tindak pidana korupsi?," terang Herwanto.
Herwanto mengaku curiga putusan PN Medan yang memutus onslag yang artinya ada peristiwa tapi bukan tindak pidana. Namun, Hakim tidak menjelaskan apakah surat kuasa yang dibuat terdakwa pasutri itu pemalsuan atau tidak.
"Kalau memang majelis hakim meyakini bahwa ini bukanlah peristiwa tindak pidana, idealnya putusannya menyatakan surat ini adalah asli. Bebaskan saja orang, jangan onslag. Ya ini kan putusan onslag ini putusan banci itu," tuturnya.
Dengan tidak adanya kesimpulan terkait surat dimaksud kata Herwanto, menimbulkan analisa bahwa surat yang dibuat kedua terdakwa tersebut adalah palsu. "Nah, cuma yang dibahas disini peristiwanya bukanlah peristiwa tindak pidana. Nah, ini yang menurut kami agak kontradiktif ya, antara putusan dengan laporan. Sehingga tadi disini juga hadir NCW, ya artinya ada dugaan tindak pidana, kira-kira seperti itu," pungkasnya.
Setelah membuat laporan ke KPK, Baradatu bersama Nasional Corruption Watch (NCW) akan mengadu kepada Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat.