Soroti Pilkada Madina, Akademisi: Calon Kepala Daerah Tak Lengkapi LHKPN Harus Didiskualifikasi

Paslon Bupati dan Wakil Bupati Mandailingnatal (Madina) nomor urut 1 dan 2.
Sumber :
  • Instagram @kpumandailingnatal

VIVA Medan - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) didorong agar tegas terhadap ketidaklengkapan persyaratan pencalonan kepala daerah. Hal ini akan berakibat fatal bagi calon kepala daerah tersebut, hingga bisa dicap sebagai calon tidak memenuhi syarat (TMS) dan didiskualifikasi.

Jelang Masa Tenang Pilkada 2024, Bawaslu Sumut Ingatkan Calon Kepala Daerah Sadar Aturan

Ini dikatakan Sekretaris Program Doktoral Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, Assoc. Prof. Heri Kusmanto, MA, Ph.D yang menyoroti pemilihan kepala daerah Kabupaten Mandailingnatal (Madina). Dimana, salah satu paslon Pilkada Madina diduga terjadi pelanggaran administrasi seperti tidak menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai salah satu syarat yang wajib dilampirkan.

“Ketidakpatuhan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Jika seorang calon kepala daerah tidak melengkapi syarat seperti LHKPN, sesuai regulasi, dia harus didiskualifikasi. Ini bukan hanya soal administratif, tetapi soal integritas dan penghormatan terhadap hukum,” tegas Heri Kusmanto kepada media, Jumat 23 November 2024.

Seorang Ibu di Madina Tewas Dibacok Anaknya, Hanya Karena Tak Dikasih Uang

Heri merujuk pada aturan PKPU 08 Tahun 2024 yang mewajibkan setiap calon kepala daerah menyerahkan LHKPN terbaru sebagai bagian dari syarat pencalonan. Dalam kasus yang mencuat di Mandailingnatal, Sumatera Utara, calon Bupati Saipullah Nasution dilaporkan oleh lawan politiknya karena diduga tidak menyerahkan LHKPN terbaru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“LHKPN bukan hanya formalitas, tapi cerminan transparansi seorang calon. Publik berhak tahu sejauh mana integritas calon pemimpin mereka. Jika dokumen sepenting ini diabaikan, itu sudah cukup alasan untuk mencabut kelayakan pencalonan,” lanjut Heri.

3 Hakim PN Medan Vonis Lepas Pasutri Dilaporkan ke Komisi III DPR RI: Seperti Kasus Ronald Tannur

Sekretaris Program Doktoral Studi Pembangunan USU, Assoc. Prof. Heri Kusmanto, MA, Ph.D.

Photo :
  • Istimewa/VIVA Medan

Heri juga mengkritik kinerja Bawaslu, menilai badan pengawas tersebut belum optimal dalam memastikan semua persyaratan administrasi dipenuhi. “Bawaslu harus bekerja lebih dari sekadar formalitas. Jika kasus seperti ini lolos, itu menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan. Masyarakat membutuhkan penyelenggara Pemilu yang tegas dan kredibel, bukan yang lemah menghadapi tekanan politik,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa legitimasi Pemilu dimulai dari tahap verifikasi awal. Jika calon yang melanggar aturan tetap dibiarkan maju, kredibilitas Pemilu akan terganggu. “KPK telah menekankan pentingnya LHKPN untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Calon yang tidak mematuhi kewajiban ini, secara moral dan hukum, tidak layak memimpin,” tegasnya.

Heri menyerukan agar Bawaslu memperbaiki sistem pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada calon yang tidak memenuhi syarat. “Masyarakat sekarang lebih cerdas, lebih kritis. Jika penyelenggara Pemilu abai, publik akan melihat itu sebagai kegagalan sistem. Jadi, jangan main-main dengan amanah ini. Diskualifikasi harus dilakukan tanpa kompromi untuk menjaga kredibilitas proses demokrasi kita,” tutup Heri.

Kasus dugaan ketidakpatuhan Saipullah Nasution ini menjadi peringatan keras bagi Bawaslu dan KPU. Seperti diingatkan oleh Ketua DKPP sebelumnya, legitimasi Pemilu dimulai sejak tahap awal. Ketegasan dan kecermatan penyelenggara menjadi kunci untuk memastikan Pemilu berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan integritas.