Hingga September 2023, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan 101 Perkara Melalui Restorative Justice

Kajati Sumut, Idianto pimpin restorative justice.
Sumber :
  • Dok Kejati Sumut

VIVA Medan - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara bersama jajarannya, hingga September 2023. Sudah menghentikan penuntutan 101 perkara, dengan pendekatan humania berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan, berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif.

Canangkan Swasembada Pangan di Sumut, Edy Rahmayadi Siapkan Konsep Food Estate di Dairi

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Yos Tarigan mengungkapkan semua proses restorative justice, langsung mendapat pengawasan dari Kajati Sumut Idianto. Sehingga proses dan tahapan, yang jelas agar tidak sampai terjadi kesalahan.

Yos menjelaskan dihentikan penuntutan tersebut, pihaknya juga mengedepankan rasa manusiawi. Sehingga memberikan keadilan bagi kedua belah pihak perkara dan tidak ada dirugikan dalam proses ini.

Ketua MKGR Sumut Dampingi Bobby Nasution Jemput Aspirasi Warga Simalungun

"Bukan kuantitasnya yang diutamakan, tapi kualitas dari perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan sisi kemanusiaan. Misalnya, seorang ayah mencuri berondolan kelapa sawit milik perkebunan swasta atau BUMN, dari hasil jual berondolan ia mendapatkan uang Rp120. 000 demi untuk membali beras untuk keberlangsungan dapurnya tetap bisa berasap (bisa makan dengan keluarganya)," ucap Yos, Senin 2 Oktober 2023.

Untuk perkara seperti ini, lanjut Yos, JPU perkaranya harus melihat esensi dari kasus yang ditangani, kenapa si ayah melakukan pencurian. Berpijak pada alasan kemanusiaan, jaksa dituntut untuk menggunakan hati nuraninya.

Spotlight of Indonesia Palm Oil Issues 2024, Pemerintah Dorong Peremajaan Sawit Rakyat

"Karena, kalau si ayah tadi dimasukkan ke penjara, ada dua alternatif yang menjadi dampaknya. Bertobat atau malah makin jahat dikemudian hari. Jaksa Agung menjalankan program ini sudah banyak menolong orang agar tidak sampai masuk penjara, dimana antara tersangka dan korbannya dimediasi untuk berdamai dan tidak ada dendam di kemudian hari," jelas Yos.

Untuk memediasi perkara-perkara tindak pidana ringan yang hukumannya dibawah lima tahun, Yos A Tarigan mengungkapkan Kejati Sumut juga sudah membentuk rumah Restorative Justice, dimana baru-baru ini Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) meresmikan Rumah RJ di Kabupaten Samosir.

Untuk diketahui, restorative justice ini di wilayah hukum Kejati Sumut sudah mencapai 101 perkara, urutan teratas dengan jumlah tertinggi adalah Kejari Asahan 10 perkara, disusul Kejari Langkat 9 perkara dan Kejari Simalungun 8 perkara.

"Kemudian disusul Kejari Labuhan Batu dan Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli sebanyak 7 perkara," ucap mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang itu.

Sementara Kejari dan Cabjari lainnya yang ada dibawah wilayah hukum Kejati Sumut bervariasi dari 1 perkara sampai 6 perkara. Proses penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan testoratif dilakukan secara berjenjang dengan syarat utama tersangka belum pernah melakukan tindak pidana dan ancaman hukumannya dibawah lima tahun.

"Setelah perkara yang diusulkan disetujui oleh JAM Pidum, kesepakatan damai antara tersangka dan korban akan menciptakan harmoni di tengah masyarakat dan tidak ada lagi rasa dendam berkepanjangan," tutur Yos.