Mereduksi Politik Identitas Sebagai langkah Peningkatan Kualitas Demokrasi

Anggota Bawaslu Kota Medan, Muh Fadly.
Sumber :
  • Istimewa/MEDAN VIVA

VIVA Medan - Tepat pada 14 Februari 2024, Indonesia akan melangsungkan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin hingga wakil rakyat untuk lima tahun ke depan. Baik, Pemilihan Presiden, hingga Pemilihan Legislatif. Hiruk pikuk nuansa politik sudah dirasakan saat ini.

Kejati Sumut Tangkap Buronan Korupsi Pembangunan Stadion Madina

Salah satu bentuk perwujudan nilai demokrasi sebagaimana amanat dari Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar" adalah dengan melaksanakan Pemilihan Umum, dengan melibatkan rakyat secara langsung untuk memilih orang-orang yang akan mewakili mereka nantinya.

Artinya, masyarakat diberikan kewenangan yang cukup luas untuk memilih dan menentukan wakilnya, oleh karena itu, untuk bisa memperoleh dukungan dari rakyat, peserta pemilu akan melakukan cara-cara tertentu. Cara-cara tertentu yang dilaksanakan pun beragam, baik dengan cara yang baik, benar dan diperbolehkan oleh Undang-undang, hingga cara-cara yang tidak baik dan cenderung mengarah kepada pelanggaran. Salah satu contoh yang tidak baik adalah Politik Identitas.

Usai Dipecat Gegara Menghina, Wenny Eks Pegawai PT Timah Bongkar Dugaan Korupsi Petinggi BUMN

Namun, dalam tahun politik saat ini. Yang harus menjadi perhatian dan antispasi adalah politik identitas, yang dinilai dapat menggerus kualitas demokrasi ini. Sehingga politik identitas, menjadi salah satu objek dalam pengawasan dilakukan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) di tahun 2024.

Politik identitas dalam definisi, adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

KPK Geledah Rumah Ketum PP Japto Soerjosoemarno, Terkait Gratifikasi Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari

Hal itu, tidak lepas politik identitas ini, merujuk pada praktik politik yang mengacu pada identitas kelompok tertentu. Yang dapat membuat perpecahan di tengah masyarakat. Sedangkan, di tanah air ini, sangat menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesa, Garuda Pancasila.

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 36A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan *Bhinneka Tunggal Ika* Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu". Semboyan tersebut sangat bertolak belakang dengan keberadaan politik identitas.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bisa ditemukan dalam kitab Sutasoma karya MPU Tantular yg ditulis pada Abad XIV pada era kerajaan maja pahit. Dengan itu, politik identitas bertolak belakang dengan Bhinneka Tunggal Ika. Dimana, politik identitas bersatu untuk menjadi kelompok yang berbeda dari masyarakat secara umum.

Fenomena politik identitas belakangan ini menonjol dalam politik modern, dan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas demokrasi. Hal ini, akan mempengaruhi kedewasaan politik di tanah air.

Francis Fukuyama, seorang filsuf dan ilmuwan politik, berpendapat bahwa politik identitas adalah hasil dari kegagalan liberalisme dalam memenuhi kebutuhan spiritual dan moral manusia. Fukuyama menekankan pentingnya menciptakan identitas nasional yang inklusif untuk mengatasi politik identitas yang memecah belah masyarakat. 

Sedangkan menurut Eric Kaufmann, seorang sosiolog dalam bukunya "Whiteshift: Populism, Immigration, and the Future of White Majorities" berpendapat bahwa politik identitas dipicu oleh perubahan demografis dan kebangkitan kelompok minoritas. Kaufmann menekankan bahwa identitas nasional harus mengakomodasi keragaman untuk mempromosikan integrasi sosial dan politik.

Politik Identitas dalam praktiknya tentu akan menjadi suatu problematika yang berpotensi merugikan dan mereduksi kualitas demokrasi di Indonesia, karena dalam politik identitas, yang membuat seseorang memenangkan pentas demokrasi bukanlah visi misi dan programnya. adapun efek yang dapat disebabkan oleh Politik Identitas adalah sebagai berikut:

Pertama, politik identitas dapat memperkuat polarisasi politik. Hal ini terjadi ketika partai atau kelompok politik menggunakan identitas sebagai alat untuk memobilisasi dukungan, dan secara efektif membagi masyarakat menjadi kelompok yang saling berlawanan.

Akibatnya, diskusi politik sering kali dipenuhi dengan retorika yang keras dan provokatif, serta mengabaikan perdebatan yang sehat dan produktif. Konflik antara kelompok yang berbeda dapat menimbulkan ketegangan dan kekerasan, serta menghambat kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokratis.

Kedua, politik identitas dapat mengabaikan kepentingan umum dan mengarah pada korupsi. Ketika identitas menjadi faktor utama dalam politik, maka kepentingan umum dapat terabaikan. Politikus atau partai politik dapat lebih fokus pada memenuhi kebutuhan kelompok yang mendukungnya daripada memikirkan kepentingan semua warga negara.

Hal ini dapat mengarah pada korupsi, di mana politikus memperoleh keuntungan pribadi melalui tindakan yang tidak bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Ketiga, politik identitas dapat menghambat kemampuan negara untuk mengambil keputusan yang efektif dan mempercepat pembangunan. Ketika politik identitas memengaruhi kebijakan publik, keputusan mungkin diambil berdasarkan faktor yang tidak berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Hal ini, dapat menghambat kemampuan negara untuk merespon perubahan yang cepat, dan mempercepat pembangunan dalam berbagai sektor, seperti ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Keempat, politik identitas dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Ketika politik identitas digunakan untuk memobilisasi dukungan politik, maka kelompok minoritas dapat merasa tidak diakui dan terpinggirkan. Ini dapat memicu ketidakpuasan terhadap sistem politik dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem demokrasi secara keseluruhan.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi, penting bagi para pemimpin politik dan kelompok masyarakat untuk memperkuat kesadaran akan kepentingan umum dan mempromosikan partisipasi yang inklusif. Selain itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pendidikan politik dan pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Dengan demikian, masyarakat akan lebih mampu memahami pentingnya partisipasi yang inklusif dalam proses politik dan mengambil keputusan yang berdasarkan kepentingan umum, bukan hanya kepentingan kelompok tertentu. Indonesia adalah salah satu negara dengan sistem demokrasi yang relatif baru, tetapi telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam hal partisipasi politik dan kebebasan sipil.

Namun, tantangan tetap ada dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas demokrasi di Indonesia: Memperkuat lembaga-lembaga demokrasi Lembaga-lembaga demokrasi seperti parlemen, lembaga pemilihan umum, dan lembaga kehakiman harus diperkuat untuk menjaga independensinya dan memastikan keberlangsungan sistem demokrasi di Indonesia.

Meningkatkan partisipasi politik yang inklusif Partisipasi politik yang inklusif dapat meningkatkan legitimasi dari sistem demokrasi di Indonesia. Diperlukan upaya untuk mempromosikan partisipasi politik dari kelompok minoritas dan mendorong partisipasi aktif dari warga negara dalam proses politik, yang sehat, transparan, jujur, adil dan tanpa unsur politik identitas.

Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Transparansi dan akuntabilitas adalah faktor kunci dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Diperlukan upaya untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga publik bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan mereka, dan bahwa warga negara dapat mengakses informasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Meningkatkan kesadaran politik dan pendidikan demokrasi.

Meningkatkan kesadaran politik dan pendidikan demokrasi dapat membantu masyarakat memahami nilai-nilai demokrasi dan hak-hak serta kewajiban sebagai warga negara. Ini dapat membantu mendorong partisipasi yang lebih aktif dan inklusif dalam proses politik. Membangun masyarakat yang inklusif dan toleran Pembangunan masyarakat yang inklusif dan toleran dapat membantu mendorong partisipasi politik yang inklusif dan memperkuat integrasi sosial dan politik.

Pemerintah dapat berperan dalam mempromosikan dialog antar kelompok dan memperkuat kesadaran akan hak asasi manusia dan kepentingan umum. Memperkuat lembaga Demokrasi Dengan memperkuat lembaga-lembaga demokrasi, meningkatkan partisipasi politik yang inklusif, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan kesadaran politik dan pendidikan demokrasi, dan membangun masyarakat yang inklusif dan toleran, Indonesia dapat menjaga kualitas demokrasinya dan terus maju sebagai negara demokrasi yang stabil dan inklusif.

Dalam kesimpulannya, politik identitas dapat memberikan pengaruh negatif pada kualitas demokrasi. Ketika politik identitas digunakan untuk memecah belah masyarakat dan mengabaikan kepentingan umum dan mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok.

Maka kualitas demokrasi akan turun. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan partisipasi inklusif dan memperkuat kesadaran akan kepentingan umum sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan itu, pada proses tahapan pemilu yang saat tengah berlangsung. Jangan dibiarkan proses berjalan terus, tergerus dengan ada indikasi politik identitas dari pihak lain.

Peran pemerintah, KPU, Bawaslu, pemantauan pemilu hingga masyarakat umum, bersatu dan melawan segala bentuk tindakan politik identitas, termasuk politik uang, SARA dan ujaran kebencian. Hal itu, akan membuat demokrasi di Indonesia akan berjalan ditempat atau mundur. Masyarakat sebagai pemilik peran besar dalam pesta demokrasi pada tahun 2024.

Harus cermat melihat perkembangan dunia politik saat ini. Sehingga tidak terjebak, dengan politik yang bisa menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia. Peran aktif dan bijaksana masyarakat dalam melihat dinamika politik yang terjadi. Dengan tujuan, mendapatkan pemimpin negara dan Wakil Rakyat yang berkualitas, bukan menghalalkan segala cara, untuk mencapai ambisi kekuasaannya.

Tulisan ini, merupakan artikel opini.

Ditulis oleh Muh Fadly, anggota Bawaslu Kota Medan.