'Drama' Pengunduran Diri Kadis PUPR Sumut, Pemerhati Konstruksi: Kok Lawak-lawak Ini
- BS Putra/VIVA Medan
Erikson mengungkapkan bahwa sejak awal proses administrasi hingga pengerjaan proyek Rp 2,7 Triliun dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, nilai melanggar aturan yang ada. Demi keinginan hasrat, tetap dilakukan meski melanggar aturan.
"Kejadian Rp 2,7 triliun ini, sungsang sudah dari awal. Yaudah kalau jujur, gampang ini, terbuka ini. Sudah yang salah diperbaiki," kata Erikson.
Erikson mengungkapkan para perusahaan kontraktor di Sumut, dinilainya takut mengungkapkan aturan yang benar, dalam proses tender hingga pengerjaan. Lebih mementingkan keinginan Kepala Dinas. Hal itu, menurutnya salah.
"Kalau saya pemerhati Konstruksi Sumatera Utara ini, saya berani bilang kontraktornya bacul-bacul, gak berani ngomong, gak berani kritik, akhirnya seolah-olah, untuk Sumut di dunai konstruksi ini penggunaan anggaran adalah kepala dinas, salah," kata mantan Ketua Gapeksindo Sumut itu.
Erikson menjelaskan bahwa di Republik Indonesia memiliki aturan dan hukum. Sehingga dalam pengerjaan proyek konstruksi, jangan melakukan pelanggaran dari awal.
Erikson juga menegaskan kritikan ini, tidak ada unsur politik, di tahun Politik menuju Pilgub Sumut 2024. Tapi, mengkritik agar Pemprov Sumut dan Dinas PUPR Sumut, diberikan pemahaman, agar yang salah diperbaiki.
"Perpanjangan kontrak ini, kita menunjukkan siapa?. Masyarakat tahu lah, kita tidak adalah politik-politik lah, kita dunia konstruksi. Saya bicara atas pengamat konstruksi ada aturan main. Ada tender, setelah tender ada proses. Untuk Rp 2,7 Triliun, sudah jelas telak-telak melanggar aturan. Kita tidak usah, pernak-pernik. Dari awalnya, sudah melanggar aturan ini, kalau polas-poles," jelasnya.