Menjaga Orangutan Sumatera di Bukit Lawang agar Tak Terhabituasi (Bagian 1)
- VIVA/A.Andrian
Kemudian, lonjakan jumlah pengunjung Bukit Lawang meningkat di tahun 2022 sebanyak 5.466 turis asing dan 7.419 wisatawan lokal. Lalu, hingga Maret 2023 tercatat ada 2.370 turis asing dan 1.288 wisawatan lokal datang ke ekowisata Bukit Lawang.
“Jumlah kunjungan wisatawan atau turus sejak pandemi COVID-19 hingga tahun 2023 cenderung meningkat,” ujar Mamat.
Melihat begitu meningkat drastisnya jumlah wisatawan ke Bukit Lawang pasca-pandemi COVID-19. Balai Besar TNGL pun melakukan sejumlah upaya agar orangutan Sumatera di Bukit Lawang tetap alamiah tanpa terhabituasi seperti menyosialisasikan kepada pengunjung agar menjaga jarak dengan spesies langka tersebut.
“Menjaga jarak dengan orangutan Sumatera ketika berjumpa dan tidak melakukan pemberian makan. Selain itu ke depannya perlu dilakukan pembatasan dan pengaturan pengunjung yang akan masuk ke dalam kawasan TNGL dalam rangka melakukan pengamatan kehidupan liar orangutan Sumatera,” tandas Mamat.
Peneliti sekaligus dosen lingkungan dan kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU), Onrizal, menjelaskan jalan panjang Bukit Lawang yang berubah menjadi ekowisata. Pada awalnya Bukit Lawang merupakan tempat rehabilitasi orangutan sejak tahun 1973. Lalu, sejak tahun 1991 kawasan itu menjadi tempat pengamatan orangutan Sumatera.
“Awalnya dahulu tahun 1972-1973 Bukit Lawang dijadikan sebagai salah satu pusat rehabilitasi orangutan misalnya hasil sitaan dan sebagainya agar bisa dilepasliarkan. Setelah pusat rehabilitasinya ditutup. Di sana nanti ada tempat pengamatan orangutan termasuk di sana adalah dahulu tempat pemberian makan (feeding site) orangutan di Bukit Lawang yang juga menjadi objek wisatawan,” jelasnya.