Masuk Secara Ilegal, 12 Ton Mangga Asal Thailand Senilai Rp 360 Juta Dimusnahkan
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Masuk secara ilegal ke Indonesia, sebanyak 12 ton buah mangga ilegal asal Thailand, dimusnahkan oleh Balai Besar Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Sumatera Utara. Buah mangga tanpa dokumen resmi tersebut merupakan hasil penindakan dan koordinasi antara Karantina Sumut dengan Bea Cukai, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Kepala Karantina Sumut, N Prayatno Ginting menjelaskan bahwa pemusnahan ini, menjadi langkah tegas dalam mencegah masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang berpotensi mengancam sektor pertanian serta ekosistem Indonesia.
"Selain itu, tindakan ini juga merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk memastikan bahwa setiap pemasukan komoditas pertanian, ke wilayah Indonesia sesuai dengan regulasi yang berlaku," sebut Prayatno dalam keterangan tertulis, Kamis 20 Maret 2025.
Prayatno menjelaskan kronologis penahanan. Kasus ini berawal dari informasi yang diterima oleh Bea Cukai Kanwil Sumatera Utara pada 17 Maret 2025, mengenai adanya pemasukan buah mangga dari Port Klang, Malaysia menuju wilayah Asahan, Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil patroli laut yang dilakukan oleh Satgas Patroli BC 30001, kapal target KM BDI berhasil dihentikan di Perairan Aruah pada pukul 00.13 WIB. "Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bahwa kapal tersebut membawa muatan 12.000 kg mangga Gold Thailand yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa melalui prosedur karantina dan dokumen yang sah," jelas Prayatno.
Lebih, lanjut N Prayatno Ginting menginformasikan setelah penindakan dilakukan, seluruh barang bukti kemudian diserahkan kepada Karantina Sumut untuk tindakan lebih lanjut sesuai prosedur yang berlaku.
Prayatno mengatakan setelah dilakukan pemeriksaan dan dikonfirmasi tidak memiliki dokumen resmi, 12 ton mangga ilegal ini resmi dimusnahkan oleh Karantina Sumut dengan metode penguburan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sedangkan nilai ekonomi dari komoditas ilegal ini, diperkirakan mencapai Rp 360 juta.