Partisipasi Masyarakat dalam Penegakan Hukum Mewujudkan Peradilan Bersih
- Istimewa/VIVA Medan
Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dikatakan, dalam menjalankan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Besar, semua pihak harus semangat satu dengan yang lain, baik Pemerintah Daerah, masyarakat dan juga stakeholder terkait.
Tidak hanya memiliki semangat tetapi juga perlu mendapat sokongan atau dukungan riil dalam pelaksanaannya. MS sebagai pengadilan yang memiliki kewenangan menerima, memeriksa dan memutus Perkara Pidana Qanun Jinayat perlu mendapat sokongan dan dukungan riil dari Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pelaksanaannya.
Lebih lanjut Redha Valevi menyampaikan kepada masyarakat terkhusus kepada audiens yang hadir mendengar agar berpartisipasi aktif dalam penegakan hukum di wilayah Kabupaten Aceh Besar.
"Salah satu contohnya, masyarakat dapat mencegah dan melaporkan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pelanggaran hukum khususnya di lingkungan pengadilan seperti kegiatan gratifikasi dan korupsi," pungkasnya.
Selain Ketua Hakim MS, sejumlah narasumber lain juga menyampaikan materinya terkait edukasi hukum lain serta tugas fungsi KY. Beberapa narasumber tersebut antara lain Key Note Speech 'Peran Komisi Yudisial Dalam Menegakkan Kode Eik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)' oleh Anggota KY-RI, Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum.
Prof Mukti juga memaparkan kondisi ideal dunia peradilan yang dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan serta sejarah terbentuknya Komisi Yudisial. Kemudian oleh Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY, Jumain, S.E bertema 'Peran Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih'.