Rekontruksi Pembakaran Rumah Wartawan di Karo, KKJ Menilai Janggal dan Tidak Utuh Fakta Diungkap
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai rekontruksi pembakaran rumah yang menewaskan wartawan Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu (40) di Kabupaten Karo, Jumat 19 Juli 2024, yang dinilai janggal dan tidak transparan.
Hal itu, diungkapkan oleh Direktur LBH Medan, Irvan Saputra selaku Eva Meliana Pasaribu anak kandung dari Rico Sempurna Pasaribu, di Kota Medan, Rabu 24 Juli 2024. Ia mengatakan bahwa rekontruksi dilakukan Polda Sumut dan Polres Tanah Karo justru menimbulkan tanda tanya di kalangan publik.
Rekontruksi tersebut, dengan menghadirkan ketiga tersangka, yakni dua eksekutor pembakar rumah korban itu, yakni RAS (37) dan YST alias Selawang (36). Terakhir, polisi menangkap B alias Bulang sebagai penyuruh dua eksekutor tersebut. Kemudian, memperagakan reka ulang sebanyak 57 adegan.
“Ada sejumlah kejanggalan yang kami catat dari proses rekonstruksi itu. Ini ibarat hanya drama dan membuktikan penanganan kasus yang tidak berperspektif terhadap korban,” ucap Irvan.
Dari pantauan saat rekonstruksi, adegan pertama diketahui Koptu HB bertemu dengan tersangka Bebas Ginting alias Bulang di warung yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting, Senin 24 Juni 2024. Dalam pertemuan itu, Koptu HB menunjukkan unggahan diduga artikel soal perjudian yang ditulis Rico.
Dia menyuruh Bulang untuk meminta Rico Sempurna menghapus postingan itu. Bulang mengiyakan perintah Koptu HB. Kejanggalan dalam rekonstruksi itu, ada pertemuan antara saksi V, A alias E dengan Rico Sempurna pada Minggu 23 Juni 2024. Mereka bertemu di warung itu. Namun Rico Sempurna saat itu hanya berada di dalam mobil.
Saat bertemu Koptu HB dan Bulang, saksi V dan A alias E diberikan uang oleh oknum TNI tersebut. Lalu, setelah menerima uang, V dan A alias E, kembali ke mobil menemui Rico Sempurna Pasaribu. Mereka pun meninggalkan warung diduga tempat perjudian itu. Di dalam perjalanan, V dan A mengatakan pada Rico Sempurna Pasaribu, agar menerima uang yang diberikan oleh Koptu HB.
Tujuannya agar Rico menghapus pemberitaan terkait perjudian yang telah dimuat di media online Tribrata TV. Atas bujukan saksi V dan A, Rico Sempurna Pasaribu akhirnya sepakat untuk kembali menemui Koptu HB dan Bulang. Namun, saat kembali lagi, saksi V tidak ikut. Karena saksi langsung pulang ke rumahnya. Saksi A alias E dan Rico Sempurna bertemu dengan Koptu HB dan Bulang.
Dalam pertemuan itu sempat terjadi komunikasi antara Sempurna dan Koptu HB. Saat itu, Sempurna disebut menolak untuk menerima uang dari Koptu HB. Setelah berbincang, korban pun kemudian pergi meninggalkan lokasi bersama saksi A.
“Setelah pertemuan itu, korban merasa terancam. Bahkan dia menyebut ingin membawa keluarganya ke Polda Sumut untuk meminta perlindungan,” kata Irvan.
Pada 26 Juni 2027, sekitar pukul 20.00 WIB dalam rekonstruksi itu, Koptu HB kembali bertemu dengan Bulang di warung itu. Koptu HB bertanya kepada Bulang dan mempertanyakan apakah Bulang sudah bertemu dengan korban. Saat itu Bulang menjawab bahwa mereka belum bertemu.
Koptu HB pun meminta agar Bulang segera bertemu dengan Rico Sempurna, kemudian bulang mengiakan perintah koptu HB tersebut. Rentetan peristiwa ini menjadi penting untuk mengungkap kasus dugaan pembunuhan berencana ini.
KKJ Sumut pun melihat kejanggalan mengapa dalam rekonstruksi itu Koptu HB tidak dihadirkan. Harusnya, Koptu HB dihadirkan sebagai saksi dalam perkara itu. Sama seperti saksi A alias E yang juga dihadirkan. Koptu HB dalam adegan rekonstruksi diperagakan oleh peran pengganti.
“Kami juga heran kenapa polisi juga tidak memanggil saksi V. Padahal keterangan saksi tersebut sangat penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan Koptu HB,” ungkap Irvan.
KKJ Sumut juga menyayangkan sikap Polda Sumut yang seakan menutup rapat keterangan detil soal rekonstruksi itu. Ini terlihat saat para awak media mencecar Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi setelah rekonstruksi kasus.
Sejumlah pertanyaan seperti dugaan keterlibatan HB, lokasi perjudian hingga motif kasus tidak dijawab secara lugas. Hal lain yang juga menjadi misteri adalah hasil autopsi terhadap masing-masing korban yang meninggal dunia. Dokter RS Bhayangkara Tingkat II Medan yang ditugaskan melakukan autopsi tak kunjung memberikan hasil pemeriksaan jenazah.
Begitu juga soal rekaman CCTV yang dimiliki polisi. Irvan bilang, polisi tidak utuh mengungkap rekaman CCTV di lokasi kejadian. Dari hasil investigasi KKJ Sumut, ada sejumlah rekaman CCTV yang sudah disita oleh petugas. Namun CCTV lengkap itu tak disiarkan ke publik. Yang disiarkan justru hanya potongan rekaman saja.
“Kita tetap mendesak kasus ini harus diungkap ke publik. Ini sudah menjadi perhatian. Jangan sampai ketidakseriusan polisi dalam mengungkap kasus, justru memperburuk citra kepolisian di tengah publik,” ungkapnya.
Upaya keluarga korban untuk mencari keadilan terus dilakukan. Anak Rico, Eva Meliana Pasaribu bersama KKJ Sumut sudah melaporkan dugaan keterlibatan HB ke Puspom AD. Kasus ini pun tengah berproses di Pomdam I/BB. Sejumlah saksi sudah menjalani pemeriksaan.
Koordinator KKJ Sumut Array A Argus mendorong Pomdam I Bukit Barisan, untuk memproses kasus itu. Termasuk mendesak melakukan penyelidikan atas dugaan keterlibatan Koptu HB dalam dugaan pembunuhan berencana ini. Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Polda Sumut, KPAI, Komnas HAM, Kantor Staf Presiden dan LPSK.
KKJ tidak membenarkan apa yang dilakukan korban karena diduga mendapat ‘uang jatah’ dari operasi perjudian itu dengan memanfaatkan profesinya sebagai awak media. Namun, peristiwa penghilangan nyawa karena diduga dampak dari pemberitaan menjadi duka mendalam untuk dunia pers di era modern.
“Jangan sampai ada lagi kasus kekerasan terhadap jurnalis. KKJ terus mendorong para jurnalis untuk bekerja secara profesional, sesuai kode etik jurnalistik. Jangan sampai profesi jurnalis dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” kata Array.
Pembakaran rumah korban dengan menewaskan Sempurna Pasaribu, juga merenggut nyawa, istrinya Efprida Br Ginting (48), anaknya, Sudiinveseti Pasaribu (12) dan cucunya, Loin Situngkir (3). Kini, ketiga pelaku sudah resmi ditahan di Mako Polres Tanah Karo, untuk proses hukum selanjutnya. Atas perbuatannya, ketiga tersangka terancam dijerat dengan Pasal 187 KUHPidana dengan ancaman hukuman 15 penjara.