FPMPA Kawal Bank Aceh dari Cengkraman Politik
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Polemik Bank Aceh tak kunjung selesai, yang kini dihebohkan oleh tindakan sewenang-wenang elit kekuasaan. Kali ini, isu terkait pemberhentian sementara Komisaris Utama dilakukan secara non-prosedural dan melanggar hukum oleh Gubernur Aceh.
Forum Paguyuban Mahasiswa Pemda Aceh (FPMPA) tegaskan jika secara aturan, pemberhentian manajemen bank hanya sah jika dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan melalui sepucuk surat dari kepala daerah.
Ini bukan kesalahan teknis — ini adalah pelecehan terhadap aturan hukum dan bentuk nyata intervensi politik terhadap lembaga keuangan milik rakyat. Dan yang lebih memalukan, ini adalah kali kedua Gubernur Aceh, Mualem, dikibuli oleh lingkaran dekatnya sendiri. Sampai kapan publik Aceh harus menanggung aib pengelolaan Bank Aceh akibat keputusan ngawur para elit. Masalah ini bukan muncul tiba-tiba.
Sudah hampir dua tahun Bank Aceh terjebak dalam krisis yang tak kunjung selesai: tidak adanya Direktur Utama definitif, gonta-ganti pengurus dalam waktu 48 jam, dan kini pemberhentian Komisaris Utama secara non-prosedural — semuanya mempermalukan nama baik Bank Aceh di mata nasional.
Dan parahnya, terjadi menjelang Idul Adha, saat rakyat seharusnya tenang dan damai. Kemarahan publik makin memuncak ketika muncul kembali nama Fadhil Ilyas sebagai calon Dirut, padahal sudah dua kali gagal lolos uji kemampuan dan kepatutan otoritas jasa keuangan (OJK).
Bank Aceh.
- Istimewa/VIVA Medan
Yang lebih mencengangkan, Fadhil bahkan pernah secara ilegal memaksakan diri menjabat sebagai Plt. Dirut Bank Aceh pasca 5 November 2024 hingga 17 Februari 2025, tanpa mendapat persetujuan dari OJK, yang merupakan pelanggaran serius terhadap POJK 17/POJK.03/2023 tentang Tata Kelola Bank.