Kapal Logistik Dilanda Cuaca Buruk, Warga Pulau Simuk Nias Selatan Terancam Kelaparan
- istockphoto.com
VIVA Medan - Warga Pulau Simuk, Kecamatan Simuk, Kabupaten Nias Selatan (Nisel), Sumatera Utara beberapa hari ini harus memakan sagu hingga ketan, akibat dilanda kekurangan pasokan kebutuhan pokok sehari-hari.
Camat Simuk, Gentelman Bago menjelaskan faktor masyarakat di Kecamatan ia pimpin kekurangan pasokan kebutuhan pokok. Disebabkan cuaca ekstrem menyebabkan ombak tinggi. Sehingga kapal pengangkut logistik atau pangan seperti beras hingga sayur-sayuran, tidak bisa berlayar ke Pulau Simuk.
Berdasarkan data diperoleh kapal pengangkut logistik, terakhir berlabuh ke Pulau Simuk, tiga pekan lalu. Ombak tinggi di perairan Nias menyebabkan kapal tidak berani untuk berlayar.
“Sejak tujuh hari yang lalu, masyarakat konsumsi roti, mie, terigu, ketan dan sagu. Jadi tiga hari lalu yg bisa dibeli di warung itu betul-betul habis. Dan masyarakat hanya konsumsi sagu,” ucap Bago kepada wartawan, Kamis 21 September 2023.
Bago mengungkapkan pasokan pangan mengalami kekurangan drastis ini, menyebabkan anak-anak berjatuhan sakit. Ditambah lagi, warung-warung di Pulau Simuk sudah banyak tutup, karena stok kosong untuk dijual.
“Saya sudah tanya ke Puskesmas. Beberapa anak-anak jatuh sakit. Karena mereka tidak terbiasa makan sagu. Apalagi sebelumnya mereka hanya makan mie instan saja. Puji Tuhan sampai hari ini tidak ada yang meninggal,” jelas Bago.
Kapal terombang ambing di perairan laut Nias Selatan akibat cuaca buruk.
- Istimewa/VIVA
Sebelum ekspansi beras masuk ke Indonesia, warga Simuk memang memanfaatkan sagu sebagai makanan pokok. Namun saat ini, jumlah luas lahan untuk tanaman sagu terus berkurang. Digantikan perkebunan kelapa untuk dijadikan Kopra sebagai mata pencaharian warga.
Untuk diketahui, Pulau Simuk dihuni sekitar 510 keluarga dengan 3.000 jiwa di 6 desa dan terancam kelaparan. Lanjut, Bago mengungkapkan bahwa kapal memang harus ekstra hati-hati masuk ke Simuk. Saat ini hanya ada satu dermaga aktif.
Dimana, Satu dermaga lagi masih dalam tahap pembangunan. Untuk masuk ke dermaga, kapal harus memilih jalur agar tidak menabrak karang.
“Masuk ke pelabuhan Simuk itu sangat sangat ekstrim dan itu sudah berkali kali kapal sudah berlayar 6 jam, hanya menempuh jarak yang harusnya 5 menit mencapai pelabuhan. Itulah ekstrimnya masuk pelabuhan pulau simuk,” jelas Bago.
Bukan hanya kali ini ancaman kelaparan melanda Simuk. Bago mengatakan lima tahun lagi ancaman serupa pernah terjadi. Namun kata dia, tahun ini merupakan yang terparah.
Selama ini warga di Simuk memang hanya mengandalkan pasokan pangan dari luar pulau. Lantaran warga tidak bisa menanam pangan alternatif di atas pulau.
“Di Simuk itu strukturnya pasir berbatu. Sehingga tak sembarang tanaman bisa hidup. Makanya kita juga tidak punya sawah. Kami pernah menanam ubi dan jagung. Memang tumbuh. Tapi tidak ada umbinya,” ucap Bago.
Informasi terbaru, sudah ada satu kapal logistik berbobot 18 ton masuk ke Simuk. Mereka memanfaatkan cuaca yang sedang tidak bergejolak.
“Barusan saya mendapat kabar. Ada empat kapal yang berangkat. Satu sudah masuk ke dermaga untuk memasok logistik. Kalau bantuan dari pemerintah belum ada sampai saat ini,” ujar Bago.