Bawaslu Ajak Masyarakat Berpartisipasi dalam Pengawasan Bersama di Pilkada 2024

Bawaslu gelar kegiatan Ngabuburit Pengawasan Pilkada 2024.
Sumber :
  • BS Putra/VIVA Medan

VIVA Medan - Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI dan Bawaslu Sumut, menggelar Ngabuburit Pengawasan sekaligus buka bersama dengan berbagai elemen masyarakat, berlangsung di Griya Hotel, Kota Medan, Rabu petang, 27 Maret 2024.

Kegiatan Ngabuburit Pengawasan ini, mengusung tema 'Kolaborasi Pengawasan Bersama Masyarakat di Bulan Ramadan 1445 Hijriah'. Dengan menghadiri narasumber dari Anggota Bawaslu Sumut, Suhadi Sukendar Situmorang dan Praktisi Kepemiluan, Salim Nazir Manik.

Kolaborasi pengawasan bersama masyarakat, untuk bersama-sama melakukan pengawasan dalam tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024, terkhusus di Sumut ini.

"Pentingnya, pengawasan partisipatif Bawaslu mengundang seluruh elemen masyarakat, untuk berperan aktif dalam pengawasan disetiap tahapan Pemilu ataupun Pilkada, sesuai Undang-undang Nomor 7 tahun 2017, pasal 448 ayat 3," jelas Komisioner Bawaslu Sumut, Suhadi Sukendar Situmorang.

Dalam pemaparannya, bahwa bentuk partisipasi masyarakat adalah, tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Tidak menggangu proses penyelenggaraan tahapan pemilu. Kemudian, bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, secara luas dan mendorong terwujudnya, suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang damai, aman, tertib dan lancar.

"Selama tahapan Pemilu 2024, kami banyak menerima masukan dari stekholder. Termasuk dari teman-teman media," jelas Suhadi.

Suhadi mengatakan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2024 ini. Sangat diperlukan kontribusi masyarakat ikut serta dalam pengawasan bersama.

"Semoga kita diberikan kesehatan sama yang Maha Kuasa, sehingga pengawasan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, bisa bersama-sama kita melakukan pengawasan," ucap Suhadi.

Suhadi menambahkan apa disampaikan oleh stekholder merupakan kontrol sosial. Semoga semakin aktif bersama dengan Bawaslu memberikan masukan pada pengawasan Pilkada serentak tahun ini.

"Kemudian, juga bersama-sama melakukan inovasi pengawasan kedepannya. Terima kasih untuk semuanya," ujar Suhadi.

Sementara itu, Praktisi Kepemiluan, Nazir Salim Manik, menjelaskan bahwa pengawasan pada Pemilu 2024, untuk dilakukan evaluasi untuk membawa Bawaslu lebih baik lagi kedepannya, dalam menjalankan tugasnya melakukan pengawasan di Pilkada 2024 ini. Nazir sangat banyak terjadi sepanjang pelaksanaan Pemilu 2024 lalu. Salah satu persoalan besarnya terjadi karena pelaksana Pemilu.

"Dalam hal ini Bawaslu maupun KPU yang tidak menjalankan tugas dan menjaga marwah kewenangannya dalam menjaga agar Pemilu berjalan dengan baik," kata Salim.

Salim menjelaskan banyak problem ditemukan pada Pemilu 2024, terkait isu berpindah suara pemilih baik di internal partai politik maupun antar partai politik menjadi salah satu persoalan yang banyak mencuat selama proses rekapitulasi hasil perolehan suara pada Pemilu 2024.

Ia mengatakan bahwa suara yang memprotes adanya indikasi perpindahan suara tersebut selalu mewarnai proses rekapitulasi berjenjang yang dilakukan mulai dari tingkat KPPS hingga ke tingkat KPU. Ironisnya, hal yang terlihat dari kondisi ini adalah rendahnya pemahaman partai politik dalam hal ini saksi partai mereka dalam memaknai setiap suara yang harus diposisikan pada tempatnya.

“Saat ada yang memprotes soal indikasi perpindahan suara antar caleg pada satu partai. Maka saksinya menyatakan keberatan sambil mengatakan bahwa ini urusan internal kami, biar kami yang menyelesaikan. Ini adalah sebuah kekeliruan besar,” jelas Salim.

Salim Nazir mengatakan gagal pahamnya partai politik terhadap suara dari pemilih sangat jelas dari pernyataan para saksi saat berlangsungnya proses rekapitulasi tersebut. Menurutnya, tidak seharusnya saksi selaku perwakilan partai menyatakan hal demikian.

“Itu tidak boleh. Karena suara itu adalah mahkota dari pemilih. Itu suara milik rakyat, bukan milik partai politik. Menjaga mahkota itulah yang menjaga kemurnian pemilu,” tutur Salim.