Setiap Bulan Satu Satwa Liar Dilindungi Diperjualbelikan
- Istimewa/VIVA Medan
Jika dirata-ratakan, tiap bulan terjadi satu kasus pedagangan satwa liar dilindungi di Provinsi Sumatra Utara dan Aceh. Angka ini jelas memprihatinkan. Dari hasil monitoring yang dilakukan, hampir 95 persen para pelaku merupakan penjual ditingkat tapak.
Baik pemburu, agen atau pun kurir. Namun penegakan hukum jarang menyasar hingga aktor intelektual dan pengembangan kasus tidak dilakukan dengan serius. Sedangkan modus yang paling sering ditemukan adalah para pedagang satwa memanfaatkan teknologi jual beli secara online dan memajang satwa pada forum forum komunitas pecinta satwa.
Pada saat bertransaksi para pedagang menggunakan jasa rekening bersama (rekber) untuk mengelabui aparat. Untuk mengirimkan barang, para pedagang biasa menggunakan jasa ekspedisi atau dibawa langsung oleh kurir yang diutus. Namun tidak jarang ditemui kasus penyelundupan melalui jalur laut.
“Keamanan di wilayah laut kita dinilai masih rentan dengan perdagangan satwa. Para pelaku masih dengan mudah mengelabui aparat keamanan laut untuk menyelundupkan satwa,” kata Prayugo.
Perdagangan satwa dilindungi merupakan kejahatan yang terorganisir sangat rapi. Mulai dari tingkat tapak hingga pembeli akhir. Bahkan dalam sejumlah kasus, patut diduga ada keterlibatan aparat penegak hukum.
Wildlife Justice Commisions mencatat, perdagangan satwa menjadi kejahatan global paling menguntungkan keempat saat ini. setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata api. Artinya kejahatan satwa menjadi extraordinary crime jika ditilik dari berbagai aspek.
“Dalam investigasi yang pernah kami lakukan, ditemukan satu kasus perdagangan satwa yang dikendalikan dari dalam penjara. Pelakunya juga merupakan residivis dalam perkara yang sama. Seolah tidak ada efek jera ketika pelakunya sudah menjalani hukuman,” kata Yugo.