Dugaan Penipuan dan Penggelapan Bisnis Online, Korban Rugi Capai Rp600 Juta
- Istimewa/VIVA Medan
VIVA Medan - Polda Sumatera Utara (Sumut) akan angkat bicara terkait proses penyidikan dugaan kasus dugaan penipuan dan penggelapan Rp600 juta, atas nama Suriyani alias Li Hui pemilik mie dolar Acim di Jalan Bambu No 53, Kelurahan Durian, Kecamatan Medan Timur. Kasus ini telah berjalan sejak tahun 2019.
Kepala Bidang Humas Kombes Pol Hadi Wahyudi kepada wartawan menjelaskan, bahwa pihaknya akan pertanyakan proses penyidikan kasus tersebut ke Polrestabes Medan. Hadi mengatakan bahwa apa permasalahan dan kendala dari penyidik Satreskrim Polrestabes Medan, sehingga BAP atas nama tersangka Suriyani terkait kasus ini masih belum lengkap.
"Akan kita pertanyakan ke Kasat Reskrim dan Penyidik Reskrim Polrestabes Medan, proses penanganan kasusnya. Termasuk soal BAP dari tersangka yang belum juga lengkap," ujar Hadi saat diwawancarai wartawan, Sabtu 29 Juni 2024.
Terkait hingga saat ini Suriyani alias Li Hui yang sudah ditetapkan tersangka namun belum ditahan, meskipun sebagai bagian dari sindikat penipuan dengan modus bisnis online, Hadi Wahyudi menjelaskan bahwa hal ini perlu ditanyakan kepada penyidik yang menangani kasus ini.
"Kita akan pertanyakan sama penyidik Satreskrim Polrestabes Medan yang menangani kasus ini," ucapnya.
Kasus ini juga menarik perhatian Polrestabes Medan, di mana upaya penahanan terhadap tersangka dilakukan guna mencegah kemungkinan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Dalam hal ini, Hadi Wahyudi menegaskan bahwa kasus penipuan dengan modus bisnis online harus menjadi perhatian serius baik oleh Polda Sumut maupun Polrestabes Medan.
"Pasalnya, kasus ini telah merugikan banyak masyarakat," sebut Hadi.
Dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan bermula, saat korban Fitryah (40) warga Jalan Wahidin, Kecamatan Medan Area bertemu dengan tersangka Suriyani warga Jalan Bambu I No 53, Kelurahan Durian, Kecamatan Medan Timur, di salahsatu loaksi di JalanBambu I.
Di pertemuan itu, tersangka Suriyani menawarkan bisnis online kepada korban (Fitryah), dengan iming-iming adanya keuntungan dengan syarat menyerahkan fotokopi KTP dan kartu kredit. Atas tawaran tersangka Suriyani, korban tidak mau atau menolak. Dan tersangka kembali meneawarkan atau merayu korban untuk bersedia menjalani bisnis online.
Karena terus didesak oleh tersangka Suriyani, akhirnya korban menerima tawaran setelah tiga kali diminta atau dirayu. Kemudian, pada 6 Desember 2017 di Jalan Zainul Airifn disalahsatu gedung, korban (pelapor/Fitryah) ada menyerahkan kartu kredit dan fotokopi KTP kepada tersangka Suriyani.
Selanjutnya, tanpa seizin korban, tersangka Suriyani melakukan transaksi atau penarikan dana secara tunai (gesek tunai) dari kartu kredit korban ndi 2 toko sebesar Rp20 juta dan Rp15 juta. Besoknya, tersangka Suriyani kembali melakukan transaksi penarikan dana lagi secara tunai di 2 toko sebesar Rp10 juta.
Mengetahui hal tersebut, korban merasa keberatan dan meminta tersangka Suryani untik mengembalikan kartu kredit miliknya, dan meminta mengembalian dana penarikan tunai yang sudah dilakukan di beberapa toko. Permintaan korban ditolak oleh tersangka Suriyani.
Dan sebaliknya tersangka kembali meyakinkan korban bahwa penarikan tunai dengan kartu kredit itu sebagai modal berbisnis online sesuai yang dijanjikannya. Dimana nantinya ada perhitungan dan keuntungan yang diterima korban. Berselang 2 minggu, tersangka kembali meminta barang korban untuk tambahan modal bisnis online, namun ditolak.
Permintaannya ditolak, tersangka Suriyani mengatakan ia tidak bertanggungjawab atas kartu kredit yang sebelumnya sudah dilakukan penarikan tunai. Merasa takut, akhirnya korban menyerahkan kepada tersangka Suriyani berupa kartu kredit, uang ringgit Malaysia RM13.000. dolar singapura Sin $2.000 dan Cina Dolar RMB Yuan 10.000.
Lalu Pada Maret 2018, tersangka kembali meminta tambahan modal dan seandainya korban tidak mau maka tagihan kartu kredit dan uang milik korban tidak akan diselesaikan. Alhasilnya, korban kembali menyerahkan tambahan modal kepada tersangka Suriyani berupa perhiasan Rantai dan mainan Liontin 25 gram, gelang tangan 20 gram, rantai tangan 30 gram dan 20 gram.
Pada April 2018, pihak bank menelpon tentang tagihan kartu kredit. Sehingga korban meminta kepada tersangka agar semua modal yang telah diserahkan untuk dikembalikan. Namun, tersangka Suriyani mengukur waktu hingga saat ini tidak mengembalikan semua barang milik korban.
Tersangka sudah menggunakan kartu kredit yang diserahkan korban dan telah melakukan transaksi dana tunai dibeberapa took, outlet dan travel perjalanan. Merasa telah menjadi korban penipuan dan penggelapan, maka korban Fitryah melaporkan perbuatan Suryani ke Mapolrestabes Medan sesuai LP Nomor: STTLP/528/YAN.2.5/III/2019/SPKT RESTABES MEDAN tertanggal 08 Maret 2019.
Atas laporan, pihak penyidik Satreskrim Polrestabes Medan melakukan penyelidikan dan penyidikan, namun LP korban sempat dihentikan penyidik. Atas penghentian penyidikan itu, korban mengajukan permohonan Praperadilan (Prapid) ke Pengadilan Negeri Medan sesuai Nomor:3/Pid.Pra/2022/PN Medan. Hakim PN Medan memutuskan, mengabulkan permohonan praperadilan tersebut pada tanggal 25 Februari 2022.
Selanjutnya, pada 26 Januari 2023, dengan hasil kesimpulan gelar perkara pihak kepolisian menyatakan terlapor Suriyani ditetapkan sebagai tersangka. Dan ini dikuatkan dengan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang ditujukan penyidik ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan pada tanggal 17 Februari 2023, dimana disebutkan pada 15 Maret 2019 dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang terjadi pada 6 Desember 2017 oleh tersangka Suriyani.