Perdagangan Sisik Trenggiling 1,18 Ton Digagalkan, 4 Pelaku Diamankan
- BS Putra/VIVA Medan
VIVA Medan - Tim gabungan berhasil menggagalkan peredaran sisik Trenggiling (Manis javanica) di Sumatera Utara, dengan barang bukti disita mencapai 1,18 ton. Kasus ini melibatkan oknum TNI dan oknum polisi yang ditangkap bersama barang bukti di Kabupaten Asahan.
Tim gabungan ini, melibatkan tim gabungan dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Sumatera, Polda Sumut dan Polisi Militer Daerah Militer (Pomdam) I Bukit Barisan. Keempat pelaku diamankan, masing-masing berinisial AS (45), dua orang oknum prajurit TNI, MYH (46) dan RS (35) dan seorang oknum polisi, AHS (39).
“Saya sampaikan, ini merupakan tangkapan terbesar berkaitan dengan perdagangan ilegal sisik tenggiling,” ucap Direktur Jenderal Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani jumpa pers, di Kota Medan, Selasa 26 November 2024.
Operasi penindakan ini dilakukan setelah Balai Gakkum KLHK melakukan penyelidikan mendalam. MYH menjadi orang yang pertama ditangkap. Dari informasi yang dihimpun, MYH ditangkap saat hendak mengirimkan sisik trenggiling melalui bus umum. Dari MYH, petugas menyita 320 kg sisik trenggiling yang siap kirim.
Dari MHY, petugas melakukan pengembangan. Mereka menyambangi satu gudang di kawasan Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Sumur. Di sana petugas menemukan 21 karung berisi sisik trenggiling, seberat 860 Kg. Hanya MHY yang dihadirkan dalam konferensi pers itu.
Sementara itu, para aparat militer dan penegak hukum yang terlibat tidak dihadirkan. Di kantor Balai Gakkum yang dijadikan lokasi konferensi pers juga tidak terlihat aparat dari Pomdam I Bukit Barisan serta Propam Polri. Hanya MHY yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Ridho pun tidak membeberkan soal peran MHY dalam kasus ini. Termasuk status hukum para terduga pelaku dari aparat militer dan penegak hukum. Ridho berdalih, mereka sedang menjalani proses hukum di masing-masing instansi. “Kasus ini masih dalam pengembangan,” kata Rasio Ridho.
Kasus ini mengungkap betapa kejamnya perdagangan satwa dan bagian tubuhnya. Hasil perhitungan ahli yang dibeber Ridho, ada 5.900 ekor tenggiling yang dibunuh untuk mendapatkan 1,12 ton sisik. Jumlah ini menjadi kerugian ekologi yang sangat besar.
Penelitian ahli dari IPB menyebutkan, satu ekor tenggiling memiliki nilai ekonomi lingkungan sebesar Rp50,6 juta sepanjang hidupnya. Artinya, total kerugian ekologi dalam kasus ini mencapai Rp265,8 miliar. “Ini dampaknya sangat luas. Berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup dan juga akan mengganggu kehidupan masyarakat,” katanya.
Trenggiling memiliki fungsi penting di alam liar. Tenggiling menjadi pengendali rayap dan serangga. Dia juga memiliki fungsi sebagai penyubur tanah. Informasi yang diperoleh, sisik tenggiling ini hendak dikirim ke Thailand melalui perairan pantai timur Sumatra.
Jalur laut pantai timur Sumatra memang menjadi jalur rawan penyelundupan. Mulai dari satwa, perdagangan orang hingga narkoba. Ridho belum membeberkan secara pasti ke mana sisik tenggiling akan dikirim. Dia hanya membenarkan, para terduga pelaku beroperasi untuk penyelundupan internasional.
“Saya juga ingin sampaikan bahwa dalam konteks ini kita memahami bahwa sangat besar kemungkinannya sisik tergiling ini dikirim ke luar. Dari beberapa kasus yang kami tangani, kami duga ini ada kaitan dengan jaringan transnasional crime. Kejahatan lintas negara,” ujarnya.
Ridho mendorong upaya hukum berkeadilan kepada para tersangka. Mereka terancam dijerat dengan Pasal 40 ayat 1 Juncto Pasal 21 ayat 2 Undang-undang nomor 32 tahun 2024 tentang Koservasi Sumber Daya Alam Ekosistem dan Hayati.
Para tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar. Sepanjang 2024, Gakkum KLHK sudah melakukan 8 kali operasi pengungkapan perdagangan sisik tenggiling. Dalam kasus ini, kata Ridho, pihaknya juga menelusuri aliran transaksi keuangan.
Mereka meyakini, para terduga pelaku punya jejaring yang luas. Mereka berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Karena kami memahami jaringan ini tidak berdiri hanya empat orang ini, pasti ada jaringan-jaringan lain. Maka dengan mengetahui aliran transaksi keuangannya dan percakapan-percakapan yang dilakukan, kami akan dapat mengetahui siapa-siapa saja yang diduga menjadi bagian jaringan empat tersangka ini. Jadi follow the money, follow the suspect,” jelasnya.