Soroti Vonis Lepas Pasutri Kasus Pemalsuan Rp583 Miliar, Praktisi Hukum Alvin Lim: Sarat Kepentingan
- istockphoto.com
VIVA Medan - Kasus vonis lepas (onslag) terhadap pasangan suami istri (pasutri) oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang kini yang kini dilaporkan ke Mahkamah Agung menjadi sorotan praktisi hukum, Alvin Lim.
Pengacara yang dikenal vokal terhadap membela kebenaran itu siap mengawal mengawal ke Mahkamah Agung (MA), terkait putusan Majelis Hakim PN Medan, vonis lepas (onslag) pasutri yang didakwa memalsukan surat kuasa hingga merugikan perusahaan Rp583 miliar.
“Sebagai praktisi hukum akan mengawasi, kita kawal karena ini sesuatu yang sangat janggal dan sesuatu yang menciderai. Kalau dibiarkan begini, ya mau bagaimana jadinya sistem hukum di Indonesia?” tegas ALvin Lim saat dihubungi, Senin 25 November 2024.
“Kita awasi jangan sampai terjadi hal yang ngga-ngga di situ. Jadi supaya masyarakat tahu, jadi kalau masyarakat tahu, harapan kita ya bisa lurus di MA,” tambahnya.
Pendiri LQ Indonesia Law Firm ini menduga ada kepentingan tertentu dibalik kasus tersebut. Apalagi, proses kasasi yang sedang di tempuh Kejari Medan terhadap kasus ini butuh waktu yang tidak sebentar.
“Ada muatan yang sarat kepentingan disitu, kepentingan pihak tertentu. Karena jelas buktinya pemalsuan kok bisa onslag. ini sebelas dua belas seperti kasusnya Ronald Tannur (di PN Surabaya),” jelas Alvin Lim.
Iya menduga ada main mata, sebab kata Alvin, namanya pemalsuan surat kuasa pasti ada pihak-pihak tertentu yang masuk ke pengadilan dan bicara sama oknum-oknum mafia disana. “Karena kasusnya kan mengakibatkan kerugian yang sangat besar,” ujarnya.
Putusan onslag itu sendiri, Alvin Lim menyebutnya ngawur. Laporan pengaduan itu terkait kasus pemalsuan tanda tangan direktur perusahaan oleh Yansen (66) dan Meliana Jusman (66) yang kemudian divonis lepas oleh Majelis Hakim PN Medan pada Selasa, 6 November 2024. Sebelumnya hal ini telah dilaporkan ke Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Komisis III DPR RI.
“Onslag itu kan dia bilang perbuatan terbukti, tapi bukan merupakan pidana, ngawur kan. Kalau perbuatan sudah terbukti, perbuatan pemalsuan itu kan pasti pidana. Mana ada pemalsuan itu perdata,” bebernya.
Alvin memerinci, dalam kasus tersebut adalah mengenai surat yang palsu. “Ada palsunya ada aslinya. Kalau dipalsukan berarti kan namanya perbuatan itu sudah pasti ngga mungkin perdata. Ngga mungkin onslag. Kalau namanya sudah terbukti perbuatan ya berarti harusnya (divonis) bersalah,” ujar dia lagi.
Oleh karena itu, Alvin Lim mendesak Komisi Yudisial (KY) dan MA untuk tidak tinggal diam, segera memeriksa tiga hakim tersebut, yakni M. Nazir selaku Hakim Ketua, Efrata Happy Tarigan dan Khairulludin sebagai Hakim Anggota.
“Terus, kita ngga boleh biarkan saja oknum (hakim) semena-mena. Maksudnya, kalau memang ada dugaan ketidakbenaran di situ otomatis MA sama KY harus bertindak, harus periksa, hakim harus dipanggil,” kata Alvin.
“Tanyakan kenapa, ini sangat tidak mungkin. Jadi mereka kan mau berlindung dibalik profesi sebagai hakim yang memutuskan. Independensinya harus dibarengi dengan azas keadilan. Ngga bisa sembarangan, yang ngga adil divonis lepas saja,” pungkasnya.